Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi DIY, VM Ambar Wahyuni mengatakan, sesuai arahan BPK pusat, pemeriksaan pergeseran anggaran untuk penanggulangan Covid-19 merupakan pemeriksaan tematik.
“Pemeriksaan yang dilakukan mencakup pembelian alat kesehatan, bantuan sosial, dan jaring pengaman ekonomi bagi masyarakat yang terdampak Covid-19,” ujar Ambar.
Awal Juli 2020, secara serentak BPK akan melakukan pemeriksaan terhadap penggunaan anggaran percepatan penanganan virus Corona atau Covid-19 di 34 provinsi.
Merujuk pada pernyataan di atas, maka yang akan diperhadapkan langsung dengan tim pemeriksa keuangan Negara tersebut, adalah Pejabat Pembuat Komitmen yang lebih populer disebut PPK.
Jabatan PPK ini merupakan jabatan non struktural yang tidak terkait dengan jenjang karir atau kepangkatan. Namun, jabatan ini wajib harus ada di satuan kerja.Jika tidak ditemukan PPK, sudah pasti jabatan ini, dirangkap oleh kepala dinas atau kepala kantor.
PPK itulah yang mengatur perencanaan, pelaksanaan pengadaan, dan kontrak, serta serah terima barang/jasa/pekerjaan.
PPK itu merupakan penentu keberhasilan berbagai program-program pemerintah seperti pembangunan jembatan, pengadaan alat kesehatan, pengadaan jasa konsultasi, dan lain sebagainya.
Artinya, PPK memiliki otoritas yang demikian kuat dalam menentukan siapa atau lembaga mana yang akan melaksanakan pekerjaan pada anggaran yang sudah dialokasikan.
Itu sebabnya, persyaratan untuk PPK sangat berat, yakni harus memiliki integritas; memiliki disiplin tinggi; memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas; mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN; menandatangani Pakta Integritas; tidak menjabat sebagai pengelola keuangan; dan memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.
Kemudian, ditambah dengan syarat khusus yaitu harus berpendidikan paling kurang Sarjana Strata Satu (S1) dengan bidang keahlian yang sedapat mungkin sesuai dengan tuntutan pekerjaan; memiliki pengalaman paling kurang 2 (dua) tahun terlibat secara aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa; dan memiliki kemampuan kerja secara berkelompok dalam melaksanakan setiap tugas/pekerjaannya.
Nah, bagaimana dengan para PPK di Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun, yang bersentuhan dan bertanggungjawab terhadap penggunaan anggaran percepatan penanganan virus Corona atau Covid-19?
Mereka, tentunya, nanti akan bersentuhan atau akan diperhadapkan langsung dengan tim BPK.
Baik buruknya, atau benar tidaknya prosedur penunjukan pelaksana kerja, akan terurai berdasarkan hasil temuan tim BPK.
Jika Pakta Integritas KPK masih oke, ya tidak ada masalah. Tetapi, jika moral PPK itu bobrok, maka akan mendapatkan sanksi hukum, bahkan bisa-bisa akan berakhir di kursi pesakitan sebagai terdakwa di pengadilan.
Itulah PPK, yang akan berhadapan pada risiko. PPK sangat rentan dengan masalah hukum, terkait dengan pelaksanaan kontrak. Sudah menjadi hal umum kasus korupsi terbesar di Indonesia yang kita jumpai adalah kasus tindak pidana korupsi terkait PBJ, dan pastinya akan menyeret PPK dan penyedia barang/jasa.
Konsekuensi hukum yang harus siap dihadapi PPK, adalah saat proses audit. Karena hal tersebut merupakan konsekuensi yuridis dari dokumen kontrak yang dibuat oleh PPK dan penyedia.
Bersiap-siaplah para PPK yang bersentuhan dengan anggaran percepatan penanganan virus Corona atau Covid-19 di Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun, untuk berhadapan dengan tim audit BPK, yang mulai bekerja di awal Juli 2020.
Pakta Integritas PPK akan menjadi taruhan, atas baik-buruknya hasil kerja kalian. Semoga. (****)