Dua orang gadis Yahudi yang berasal dari timur laut Prancis ada dalam bahaya besar ketika Jerman menginvasi 80 tahun lalu. Mereka, dan puluhan anak Yahudi lainnya, akhirnya selamat meski orang tua dan adik mereka dibunuh, berkat keberanian seorang biarawati di sebuah biara dekat Toulouse.
Hélène Bach yang berusia dua belas tahun sedang bermain di taman bersama adik perempuannya, Ida-8 tahun, ketika mereka melihat sebuah truk militer mendekat dan bergegas masuk.
Kedua gadis itu dan ibu mereka telah meninggalkan rumah mereka di Lorraine, timur laut Prancis, setelah invasi Jerman pada Mei 1940, dan melakukan perjalanan menuju “zona bebas” di selatan negara itu.
Untuk mengurangi risiko seluruh keluarga tertangkap, ayahnya Aron, memutuskan untuk melakukan perjalanan terpisah bersama putri tertuanya, Annie.
Namun, Aron dan Annie ditangkap pada tahun 1941 dan dibawa ke kamp tahanan dekat Tours. Ibu Hélène lalu menyewa sebuah rumah di dekatnya. Mereka masih di sana hingga setahun kemudian, hingga tentara Jerman memasuki jalan raya.
Hélène dan Ida berlari ke dapur untuk memperingatkan ibu mereka.
“Ibu menyuruh kami lari – bersembunyi di hutan,” kata Hélène. “Saya menggandeng adik perempuan saya, tapi dia tidak mau ikut dengan saya. Dia ingin kembali ke ibu saya. Saya bisa mendengar suara orang Jerman. Saya melepaskan tangan Ida dan dia berlari.”
Di hutan, Hélène bersembunyi sampai dia merasa keadaan sudah aman.
Kemudian dia berjalan kembali ke rumah dan menemukan sejumlah uang yang ditinggalkan ibunya di atas meja.
“Dia tahu saya akan kembali,” katanya.
Setelah itu, Hélène tinggal besama temannya. Dia tak pernah melihat ibunya atau adik perempuannya lagi.
Kakak perempuan Hélène, Annie, berhasil kabur dari tahanan. Setelah berada di kamp dekat Tours selama setahun, dia melarikan diri melalui pagar.
Pada usia 16 tahun, Annie berhasil melakukan perjalanan sendirian ke rumah bibinya di selatan kota Toulouse, tetapi bahkan di sana dia tidak aman.
Meskipun keluarga bibinya tidak secara resmi terdaftar sebagai orang Yahudi dan berpura-pura menjadi Katolik, ini tak berlaku bagi Annie.
Suatu hari di musim gugur tahun 1942, polisi menghampiri rumah itu “Mereka memerintahkan, ‘Tunjukkan buku keluarga Anda dan semua anak Anda, kami ingin memeriksanya!'”
“Saya beruntung karena saat itu sepupu saya, yang namanya Ida, sedang pergi membeli roti- itulah mengapa kadang-kadang saya percaya pada keajaiban. Jadi, bibi saya mengatakan ini adalah Estelle, Henri, Hélène, sambil menunjuk ke arah saya, Ida.”
Tidak lama setelah kedatangan Annie di Toulouse, bibinya menerima surat dari Hélène, dari tempat persembunyiannya di dekat Tours. Upaya penyelamatan pun dilakukan.
Suatu malam seorang wanita muda dari French Resistance (Pemberontak Prancis yang menentang kedudukan Jerman di Prancis), Maquis, mengetuk pintu rumah tempat Hélène menginap.
“Dia mengatakan bahwa dia datang mencari saya untuk membawa saya melewati garis demarkasi,” kenang Hélène.
Untuk menunjukkan bahwa dia dapat dipercaya, ia menunjukkan foto Hélène yang diberikan oleh bibinya.
Itu adalah perjalanan yang sulit. Perempun muda itu membawa dokumen palsu yang menuliskan bahwa dia dan Hélène adalah pelajar, meskipun Hélène masih sangat muda. Mereka dihentikan dan diinterogasi beberapa kali. (Sumber kutipan: bbcindonesia)