Medan | Konstruktif.id
Pengurus Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Sumatera Utara menyampaikan 3 (tiga) usulan solusi konflik agraria di Sumatera Utara dalam Seminar Sehari, Sabtu (13/11).
Ketiga usulan tersebut, menjadi kesimpulan seminar sehari yang diselenggarakan oleh PA GMNI bertempat di Medan Club.
Hadir dalam seminar ini, para pembicara yang terdiri dari Prof Muradi, Ketua DPP PA GMNI, Gubernur Sumatera Utara yang diwakili oleh Ir Zubaidi, Kabiro Otda, Saurlin Siagian mewakili Akademisi dan aktivis Agraria, dan Dadang Suhendi, Kepala Kanwil ATR BPN Sumataera Utara. Turut hadir sebagai pembanding Alfi Syahrin, ketua umum Badan Perjuangan Rakyat Penunggu, dan Sarma Hutajulu, mewakili politisi dan aktivis perempuan.
Dalam seminar itu, para narasumber menyampaikan keprihatinan yang sama atas ledakan konflik agraria yang sangat tinggi di Sumatera Utara dibandingkan propinsi-propinsi lain di Indonesia.
“Presiden bahkan berbicara dua kali terkait konflik agraria di Sumatera Utara dalam empat bulan terakhir,” ujar Saurlin.
Pertama bulan Agustus, yang menjanjikan memberikan hutan adat kepada 15 kelompok adat di sekitar Danau Toba.
“Kedua, pernyataan presiden melalui Kantor Staf Presiden, supaya penyelesaian konflik agraria di Sumatera Utara dituntaskan, pada 21 Oktober lalu,“ jelas Saurlin.
Saat ini, konflik agraria di Sumatera Utara sedang mendapatkan perhatian nasional. Kepala Kanwil ATR BPN, Dadang Suhendi menyampaikan bahwa sudah dibentuk tim yang bekerja untuk segera menyelesaikan konflik di desa Simalingkar A dan Sei Mencirim yang merupakan lahan bekas HGU PTPN II.
Selain itu, penyelesaian konflik tanah Sari Rejo di Polonia serta konflik tanah adat sedang mendapat prioritas penyelesaian.
Di akhir seminar, Ketua DPD PA GMNI Sumut, Dr Soetarto, didampingi Sekretaris, Frien Jones Tambun menyampaikan secara terbuka 3 (tiga) solusi konflik agraria di Sumatera Utara.
Pertama, gubernur perlu mengoptimalkan fungsi fungsi platrom multi pihak untuk menyelesaikan konflik agraria yang ada seperti Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), Kelompok Kerja Perhutanan Sosial (Pokja PPS), dan Dewan Kehutanan Daerah (DKD) Sumut.
Kedua, segera sahkan Perda Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat di Sumatera Utara – mengakui entitas adat, identifikasi masyarakat adat, hingga identifikasi wilayah/tanah adat.
Ketiga, pentingnya kebijaksanaan Presiden, mengingat isu agraria ini telah menjadi isu nasional dari Sumatera Utara.
Presiden perlu membuat Inpres penyelesaian konflik agraria Sumatera Utara, yang isinya membuat kelembagaan khusus, berposisi kuat dan bisa melakukan eksekusi.
“Memiliki kewenangan lintas kelembagaan, dan jika perlu menyebutkan daftar kasus yang harus diselesaikan, sehingga memiliki hasil yang nyata di akhir tugasnya,” harap Saurlin.
Kepada wartawan Wakil Ketua DPD Sumut PA GMNI Dr Jonius TP Hutabarat yang juga anggota DPRD SU menyampaikan akan bekerja keras melalui DPRD Sumut untuk berkontribusi menyelesaikan konflik agraria yang ada.
“Saya akan memberi atensi dan kontribusi terhadap segala upaya penyelesaian konflik agraria di Sumut, sebagaimana yang diagendakan oleh PA GMNI Sumut,” tutupnya. (Poltak Simanjuntak).