SIANTAR | Konstruktif. Id
Seorang pensiunan guru SD bernama Tiambun boru Manurung digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Kota Siantar oleh 14 saudara dari suaminya, almarhum Simon Agnes Siagian.
Tiambun dan suaminya Simon semasa hidup dituduh menguasai warisan orang tua mereka, almarhum Fritz Siagian dan almarhum Maria Siburian, berupa tanah dan rumah di atasnya di Jalan Bahkora II, Huta Pisang, Kelurahan Marihat Jaya, Kecamatan Siantar Marimbun, Kota Siantar.
Bahkan Tiambun dan Simon sudah membuat sertifikat kepemilikan tanpa sepengetahuan 14 saudara dari Simon, yakni anak dari almarhum Fritz Siagian dan almarhum Maria Siburian.
Daulat Sihombing selaku kuasa hukum 14 anak dari almarhum Frits Siagian dan almarhum Maria Siburian mengatakan, pihaknya menggugat Tiambun Manurung dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Siantar dan 9 turut tergugat atas nama Vitria Agustina Siagian Dkk.
Daulat menyebut, semasa hidupnya Fritz Siagian/Maria Siburian, memiliki sembilan orang anak, terdiri dari lima laki-laki dan empat perempuan.
Tiambun Manurung adalah istri kedua dari almarhum Simon Agnes Siagian, yakni anak ketujuh dari almarhum Fritz Siagian dan almarhum Maria Siburian.
Fritz dan Maria memiliki sebidang tanah seluas sekitar 400 meter persegi di Jalan Bahkora II, Huta Pisang, Marihat Jaya, Kecamatan Siantar Marimbun, Kota Siantar.
Di atasnya berdiri satu unit rumah panggung yang dibangun sekitar tahun 1950 –an dan dijadikan sebagai tempat tinggal keluarga.
Setelah Fritz meninggal dunia tahun 1983, Simon bersama istrinya Tiambun pindah ke rumah tersebut, dan tinggal bersama dengan ibunya, Maria.
Sekitar tahun 1995, Maria merenovasi rumah panggung peninggalan suaminya menjadi rumah gedung permanen, dan membangun satu unit lagi rumah semi permanen di lokasi yang sama.
Pada Juli 2000 , di hadapan seluruh anak- anak dan menantunya yang masih hidup saat itu, Maria menyerahkan rumah pendukung tersebut kepada anaknya yang kedelapan, Rohinsa alias Icha Siagian. Anak perempuannya itu memilih tidak kawin atau tidak menikah.
Tak berselang lama, Maria meninggal dunia pada 28 Desember 2000. Rumah induk peninggalan Fritz dan Maria ditempati Simon dan Tiambun berikut anak-anaknya.
Semula rumah dijadikan sebagai rumah perkumpulan atau jabu parpunguan para ahli waris. Simon meninggal dunia pada Oktober 2010.
Rumah mulai dikontrol oleh Tiambun. Anak-anak Fritz lainnya tidak dapat lagi leluasa untuk menggunakan rumah warisan orang tua tersebut sebagai rumah perkumpulan.
Tiambun kabarnya menyingkirkan atau membuang barang- barang lama peninggalan orang tua tanpa persetujuan ahli ahli waris lainnya.
Sekitar Juni 2016, terungkap bahwa ternyata Simon dan Tiambun telah mensertifikatkan tanah warisan Fritz dan Maria seluas 384 meter persegi. Lewat SHM No. 329/ Kel. Pematang Marihat, Surat Ukur No. I/ Pematang Marihat/ 1999, tanggal 17 Maret 1999, atas nama Agnes Siagian, yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Siantar.
“Simon Agnes Siagian dan Tiambun Manurung sepertinya dengan sengaja telah memanipulasi dan memperdaya almarhum Maria Siburian yang tidak tahu baca tulis dan ketika itu sudah berusia uzur, 82 tahun, untuk penerbitan surat pernyataan penguasaan atas tanah yang ditandatangani Simon Agnes Siagian untuk dijadikan sebagai syarat pengurusan sertifikat,” kata Daulat.
Anak-anak Fritz dan Maria telah meminta Tiambun memperbaiki data kepemilikan sertifikat tersebut. Tetapi, yang bersangkutan tidak menunjukkan itikad baik.
Sebaliknya menggunakan dan menjadikan sertifikat tersebut sebagai pembenaran untuk secara sepihak menguasai, menguasai, mengklaim dan memiliki tanah seluas 384 meter persegi berikut satu unit rumah induk dan satu unit rumah pendukung di atasnya.
Maka itu kata Daulat, 14 orang keturunan Fritz dan Maria mengajukan gugatan ke PN Siantar, dengan perkara nomor: 3/Pdt.G/2022 PN Pms, yang akan digelar pada 8 Februari 2020 mendatang.
“Mereka menuntut agar majelis hakim menyatakan tindakan Tiambun Manurung yang menguasai secara sepihak tanah berikut rumah warisan dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum sehingga SHM No. 329/ Kel. Pematang Marihat, Surat Ukur No. I/ Pematang Marihat/ 1999, tanggal 17 Maret 1999 atas nama Agnes Siagian tidak sah dan tidak berkekuatan hukum,” tandas Daulat.
Sementara itu, belum diperoleh keterangan dari Tiambun atas keterangan pers yang disampaikan Daulat Sihombing ini. (*/Gabriel Simanjuntak)