Pematangsiantar | Konstruktif.id
Di masa mewabahnya pandemi Covid-19 ini Ombudsman Sumut konsisten menerima aspirasi masyarakat menyangkut pelayanan publik di Sumut. Sejumlah pengaduan tetap mengalir dan ditangani. Namun di masa pandemi ini lembaga itu membuat berbagai kebijakan pembatasan seperti membatasi pertemuan baik dengan pelapor maupun terlapor.
Demikian dijelaskan Kepala Perwakilan Ombudsman Sumut, Abyadi Siregar, saat diwawancarai konstruktif.id, Senin (23/11/2020), terkait pelayanan Ombudsman Sumut di masa pandemi Covid-19.
Diterangkan Abyadi, pembatasan pertemuan baik dengan pelapor maupun terlapor merupakan salah satu dari berbagai kebijakan yang dilakukan dalam pelayanan pengaduan masyarakat. Masih ada pembatasan lain, misalnya, walau hanya sebagian, pegawai Ombudsman dalam pelayanan aspirasi melakukannya dengan Work From Home (WFH).
Menyangkut pembatasan pertemuan, Abyadi mencontohkan pihaknya membatasi pertemuan langsung dengan pelapor. Diharapkan pelapor membuat laporan tertulis lalu diserahkan ke Ombudsman. Penerimaan laporan juga dilakukan lewat media sosial (secara daring), penerimaan laporan melalui email, serta membuka call centre Ombudsman.
Sementara dalam rangka pemeriksaan terhadap terlapor dilakukan juga secara daring dan zoom meeting. Ombudsman sendiri telah memiliki panduan tata cara pemeriksaaan dan pemberian laporan hasil pemeriksaan pengaduan secara daring. “Ini semua kita lakukan agar kita tidak tertular atau menularkan Covid-19,” katanya.
Dikatakan Abyadi, pembatasan pertemuan langsung juga dilakukan dalam rapat koordinasis internal Ombudsman, misalnya Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dlakukan melalui Aplkasi zoom.
Agar cepat pulih dari pandemi Covid-19 ini, Abyadi berpesan agar masyarakat Sumut dengan kesadaran hati bersedia melaksanakan Protokol Kesehatan seperti membatasi kerumunan. Sementara itu aparat diharapkan tegas dalam menindak pelanggar Protokol Kesehatan itu.
Posko Pengaduan Covid-19
Selama tiga bulan hingga Juli 2020 kemarin Ombudsman Sumut sempat membuka Posko Pengaduan Covid-19. Pembentukan Posko dinilai urgen dalam rangka upaya Ombudsman mewujudkan komitmen bereaksi cepat dalam menampung aspirasi masyarakat serta menyelesaikannya.
“Pembentukan Posko dianggap perlu karena Ombudsman dibutuhkan untuk menyelesaikan pengaduan dengan reaksi cepat,” kata Abyadi.
Dijelaskan Abyadi sejumlah layanan penerimaan pengaduan terkait Penanganan Covid-19 di Sumut dilakukan Ombudsman dalam Posko tersebut di antaranya penerimaan laporan menyangkut bantuan sosial, penanganan medis, serta pengelolaan keuangan. Sewaktu Ombudsman membuka Posko tersebut ternyata mendapat respon masyarakat dibuktikan dengan adanya 81 laporan masyarakat yang masuk. Dari keseluruhan laporan yang masuk itu ada 16 laporan yang ditolak dengan alasan tidak memenuhi unsur formil tata cara pelaporan, sementara 62 laporan berhasil diselesaikan Ombudsman.
Abyadi merinci pihak terlapor menyangkut pengaduan bantuan sosial misalnya dinas sosial dan kepala lingkungan, sementara terlapor menyangkut pengaduan pelayanan kesehatan adalah rumah sakit serta pihak terlapor menyangkut pengelola keuangan adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Laporan itu berasal dari berbagai kabupaten/kota se-Sumut,” terangnya.
Setelah melayani secara khusus menyangkut pengaduan penanganan Covid-19 selama tiga bulan, Ombudsman menutup Posko Layanan Covid-19 dan menerima laporan menyangkut hal tersebut secara reguler sama dengan penerimaan laporan masyarakat lainnya. (K2)